BANDUNG, Pada tahun 2009 setidaknya tersedia 484.280 lowongan kerja yang bisa dimanfaatkan oleh para pencari kerja masyarakat Jabar. Angka tersebut merupakan hasil inventarisasi dari berbagai lembaga yang membidangi ketenagakerjaan di seluruh kota/kab. di Jawa Barat. Demikian ungkap Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, Kamis (15/1),"Angka ini lebih tinggi dari proyeksi kami sebelumnya, yang diprogramkan 302.000 lowongan kerja. Tetapi, yang membuat kami bangga bukan itu, tapi angka 484.280 ini merupakan angka riil," ujar Dede, dalam rapat koordinasi ketenagakerjaan, di kantor Disnakertrans Jabar, di Bandung.
Menurut Dede, hasil inventarisasi lowongan kerja yang dilakukan Disnakertrans Jabar, dicatat secara terperinci dalam data base. Oleh karena itu, bisa diketahui jelas lowongan pekerjaan apa, seberapa banyak kebutuhan tenaga kerjanya, dan di mana lokasi perusahaannya.
"Saya kira, ini pertama kali ada yang seperti ini di Indonesia, dan saya sangat bangga. Apalagi, Disnakertrans Jabar membuat ini dengan waktu yang cepat, baru sebulan lalu saya meminta, sekarang sudah ada. Kalau dinilai skala 1 sampai 10, Disnakertrans ini dapat nilai 9,2. Bagus sekali," katanya, sambil memperlihatkan buku tebal berisi database lowongan kerja 2009.
Dede mengungkapkan, dengan fakta 484.280 lowongan kerja tersebut, pihaknya lebih optimistis dalam pencapaian penyediaan satu juta lapangan kerja di Jawa Barat tahun 2009-2011. Dikatakan, masih banyak potensi bisnis di Jabar yang memungkinkan penyerapan banyak tenaga kerja yang belum tergarap secara optimal.
Dede mencontohkan pembuatan pembangkit listrik menggunakan panas bumi (geotermal), yang sampai saat ini belum banyak digarap. Ia menuturkan, untuk satu titik geotermal, bisa menyerap tenaga kerja langsung dan tak langsung antara 2.000-3.000 tenaga kerja.
"Dan Jabar ini merupakan lumbungnya geotermal. Tak hanya se Indonesia, tetapi merupakan yang terbanyak di dunia. Dari sisi ketenagakerjaan, ini merupakan potensi besar dalam penyerapan tenaga kerja," katanya.
Selain itu, ungkap Dede, sektor informal juga belum tergarap secara optimal hingga saat ini. Padahal, 60% pekerja di Jabar diserap di sektor informal. Untuk itu, menurut dia, sektor informal sangat memerlukan adanya perangkat legal dari pemerintah pusat.
"Kita tak pernah punya UU sektor informal. Apalagi yang lebih spesifik seperti UU tani atau UU nelayan. Tugas pemerintah pusatlah yang harus menyediakan ini," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Jabar Mustopa Djamaluddin mengatakan, inventarisasi lowongan kerja itu didapat dari rencana penempatan kerja antarkabupaten/kota dalam satu provinsi (antar kerja lokal/AKL), penempatan antar provinsi tapi masih dalam wilayah Indonesia (antar kerja antar daerah/AKAD), dan penempatan kerja di luar negeri (antar kerja antar negara/AKAN).
Mustopa mengungkapkan, inventarisasi juga dilakukan dari perusahaan-perusahaan jasa konstruksi, yang mengerjakan projek APBN, APBD provinsi, atau APBD kota/kab., yang tenaga kerjanya didaftarkan ke Jamsostek.(
0 comments:
Post a Comment